Nalari (nalarmu ku cari)

                Sekarang dia berada di dahan paling atas. Sewaktu-waktu bergoyang, menari dengan desiran angin. Tari toppeng, pendet, dll tak dikenalnya. Karena buta dengan budaya. Dia hanya mencoba menggerakkan kaki sebisanya.


                Tanga mulai terangkat. Kepalanya menggeleng, seperti orang berdzikir. Meski sebagian orang menyangkal kebenaran akan hal tersebut. Dia tetap asyik dalam mengingat pemilik dirinya. Tangan melambai-lambai. Seakan menarik masa yang berada di lingkungan sekitarnya.

                Sedikit sekali yang terayu. Yang lain, asyik bermanfaat di luaran sana. Berbagai macam kesibukan. Tugas-tugas penting terdaftar dalam catatan kecil di bukunya dan catatan besar dalam note yang tertumpuk pada ikatannya. Hingga menghalangi pandangannya terhadap kerikil kecil yang mencoba menjadi batuan besar.

                Bukankah kerikil akan tetap sama? Dia tak bisa tumbuh macam manusia. Melesat dengan berbagai nikmat yang dicurahkan. Menyantap berbagai macam vitamin hingga terpenuhi segala gizi yang membutuhkan. Udara diraup semua. Hingga kerikil sesak bernapas dan lambat tumbuh kembangnya.

                Wadah yang kecil itu penaung cukup banyak anggota. Tak nyana bukan gemrikil orang yang menaruh asa terhadapnya. Tak hanya pengetahuan dan ilmu, kawan sebaya dan bertingkat di atasnya hendak dirangkul juga. karena yakin, ada banyak manfaat di dalamnya.

                Bukan sok berkebutuhan dan apapun istilah lain. Memang semua dipertemukan sebab suatu kepentingan. Masing-masing mempunyai list apa aja yang ingin digenggam. Sebelum dipegang, tentu terlebih dahulu dipandang.

                Sekarang dia menyentuh halus kerikil itu. Bukan tak mau memegangnya. Hanya takaran kemampuan masih samar tergambarkan. Mengharap akan ada banyak telapak yang melangkahkan diri mendekat. Semakin dekat hingga mampu mendekap. Semua akan terasa nyaman bahagia. Jika ada mereka yang tersentuh menghampiri.

                Sekali lagi. Lagi dan lagi. Lagi lagi lugu. Lugukan diri terhadap apa yang mereka butuhkan. Masih saja tetap terdiam sebab linglung apa yang harus dilakukan. Datanglah kemari kawan. Sebab ada dua  butir pasir yang menanti tangan lembutmu.

Comments

Popular posts from this blog

Orang Gila di Mata Hukum