Humorku, terlalu
Humor
ku bukan humormu
karena
humorku hanya untukku.
Kepuasan
yang mendalam dari tarian mulutku
menusuk-nusuk
relung hatimu.
Gerakku
karenaku
bukan
karenamu.
Pikiran
yang berontak semaunya
buta pada
rasa sakit karenanya.
Dan itu
semua,
Pada dirimu.
……………………………………………………………
Humor
bukan hanya sekadar humor.
Bertindak
aneh bicara kotor.
Tanpa
melibatkan perasaan, kok hanya kesenangan.
Jendol
sana jendol sini
umpat
sana umpat sini.
Hingga
kata yang terumpat melumat kuat.
Panasnya
api yang membara
tiada
seberapa jika dibandingkan dengan humormu.
Tak jauh hari mendapat kabar. Bahwa seseorang
telah sakit lebih dari kena bakar. Kalau bakaran api hanya bisa menggosongkan
kulit putih, tapi kata yang tak enak pedih menyayat hati. Ya… hati yang sedang
sakit itu sangat susah terobati. Tidak hanya berada di lingkup organ dalam. Tapi
dia menyebar hingga memberangus kejernihan pikiran.
Kacau dia punya akal. Sudah tidak
dapat lagi dikendalikan. Karenanya, teman-teman yang semula jauh menjadi tiada.
Keluarga yang selama ini ringan menyentuh sekarang sudah tidak dapat lagi
terasa. Itu semua adalah ulah humor-humor yang tanpa takaran.
Menjadi seseorang yang lain dari
biasanya memang sangat susah. Dengan segala keterbatasan lingkungan yang
ditempati, dia rela mengurung pikirannya sendiri. Tiada yang bisa diajak
berbagi keluh kesah. Tiada tempat yang mau menjadi kotor karena banyaknya
masalah yang ditanggungnya. Kecuali mengadu pada Allah semata. Namun sayang,
dia masih belia. Sehingga belum sadar akan tempat yang mau menerima
keresahannya itu secara utuh.
Ketika sudah lelah berpikir sendiri.
Ketika di luar, semakin berat karena ditambahnya masalah itu dengan keacuhan
kawan. Tidak hanya itu. Setiap gerak yang ditunjukkannya selalu menjadi pusat
perhatian dan bahan cemoohan. Seseorang lain pun yang mungkin turut bersedih
hanya mampu menunjukkan sikap diam sebagai bentuk penolakan akan tindakan yang
kita kenal dengan bully itu.
Aku masih bingung. Apa yang kita
pikirkan hingga bisa-bisanya berlaku demikian terhadap orang yang berbeda. Apakah
ada yang salah dengan perbedaan itu? Bukankah memang sudah haqnya bahwa segala
sesuatu diciptakan berbeda. Perbedaan yang membawa kepada kesatuan. Karena mereka
saling melengkapi.
Coba kita rasakan. Bagaimana bahagianya
jika bisa dekat dan berbagi senyum dengan orang yang mempunyai keterbatasan. Menyentuh
telapak tangan mereka dan juga mengendorkan pikirannya yang sedang tegang. Hingga
senyum tertoreh dari bibir manisnya itu.
Tetapi bagaimana jika sudah tidak
ada lagi orang yang mempunyai keterbatasan? Apakah iya hidup sudah selamanya
aman? Apakah iya bisa mendapat kesejahteraan dari persamaan itu? Saya rasa
tidak. Karena tidak ada lagi tempat berbagi. Tidak ada lagi alasan untuk kita
bisa menggerakkan urat-urat bibir untuk bisa tersenyum. Jadi, sungguh pantas
untuk kita bersyukur akan berbedanya diri kita dengan yang lain.
Jika
di sekitar kita masih ada benda yang disebut manusia,
itu tanda
bahwa kita masih wajib untuk memanusiakannya.
Jika kita
sedang dalam kesusahan yang teramat berat,
maka
wajib meminta yang lain untuk membantunya.
Bukan
untuk meminta belas kasihan,
cuman
hanya ingin bisa merasakan kalau kamu dan kami adalah erat.
Begitupun
sebaliknya.
-
Disadur
dari cerita nyata. Anak gadis yang sedang mengalami turunnya kejiwaan karena
dampak dari apa yang dinamakan BULLYING
itu.
Comments
Post a Comment