Ada dua orang yang sedang menjalin
kasih. Cinta dalam pertautan mencari asa bersama. Mendaki gunung melewati
lembah sangat mudah pada film perkartunan. Lalu bagaimana dengan dengan Uma
yang mencoba bertahan menjalani pertemanan?
Terkenal sebagai seseorang yang
sering berdiam diri. Ketika yang lain berkumpul dan bercanda gurau, Uma menepi
untuk sementara waktu. Menyibukkan diri dengan kesukaannya yaitu merenungi
nasib dan mewacanakan masa depan. Dia sedang duduk di sekolah menengah pertama.
Pada lengan kanan tertulis romawi X dengan pelengkap B.
Dipandangi terus paku yang berada di
kursi depan tempat duduknya. Menyandarkan dagu pada sebuah meja kayu yang
panjang. Kursinyapun cukup untuk diisi oleh tiga orang. Namun ketika itu dia
masih ingin duduk sendiri. Lain ketika ada guru yang menerangkan, dia menikmati
dongengan sang pemberi ilmu itu dengan Shanas teman sebangkunya.
Sekelompok siswa yang mendaulatkan
grupnya dengan nama garansi (ganteng rajin dan selalu menginspirasi). Mereka
sangat percaya diri. Motto yang mereka punya adalah Semut merupakan serangga
berkaki enam yang jika di daratan menter kena hantam pun dilaut tak bisa
tenggelam sedang dipungut dan ditiup ke udara santai sambil senam. Diketuai
oleh anak cungkring bernama Anam. Yang sukanya bepergian dengan kacamata hitam.
Gelangnya berlantai lima di tangan sebelah kanan. Sedang tangan kirinya dibalut
jam tangan yang jari telunjuknya dilingkari oleh akik berwarna merah padam.
Lagaknya tingkah Uma ini mencuri
perhatian Anam yang sedang main remi di depan kelas. Tentu sama gengnya. Uma
ini ternyata kelihatan manis juga jika sedang sendirian. Jelas, karena tidak
ada pembanding yang lebih manis darinya disebelahnya. Pukkkgg. Bunyi kerikil
kecil Anam yang dipungutnya dari tanaman hias di depan meja guru. Bom kecil itu
mendarat di punggung Uma. Sehingga dia menoleh dengan kecepatan tinggi.
Kletekk. Bunyi yang ke dua. Namun bukan dari lemparan Anam. Melainkan dari
leher Uma yang masih belum siap berlari.
Uma lupa kalau dia adalah
satu-satunya siswa yang berada di meja. Sehingga sejauh mata memandang hanya
bangku-bangku yang dihuni oleh tas berwarna-warni lah yang nampak. Terlintas di
benaknya, menerka-nerka apa gerangan yang telah menggetkannya. Benda apa atau
siapa yang melakukannya. apakah cicak yang berada di langit-langit. Atau
penghuni kelas yang sedang usil???
Ah tidak mungkin, masak makhluk
halus bisa ngambil benda terus melemparkan ke aku. Gumamnya dalam hati. Uma
mencari benda apa yang telah mengnainya. Ditelusuri kolong bangkunya hingga
merunduk-runduk sampai hilang dari pandangan Anam. Melihat hal tersebut Anam
langsung bersiap dengan amunisinya yang ke dua.
Oalah ini toh. Uma yakin kalau batu
kecil yang berada di bawah kursinya itu pasti yang telah mengagetkannya.
Dipungutlah kerikil itu dengan penuh kehati-hatian. Jangan-jangan nanti dia
akan berubah menjadi seekor binatang dan akan mencaplok jari-jemarinya yang
langsing dan mulus itu. Mulai muncul rasa curiga. Apakah batu ini melayang
sendiri lalu mendarat di punggungku? Atau dia berlari kemudian melompat indah
layaknya atlit lompat jauh?
Ah tidak mungkin. Ini pasti ada
orang yang berani menjahiliku. Apa dia tidak bosan dengan kelakuannya itu. Sangat
senang mencari gara-gara. Sudah berkali-kali aku semprot masih saja berani berulah.
Jika benar dia lagi, dia lagi. Hmmmm.. awas saja kau ya.
Uma mulai mendapat pandangan. Memilih
satu nama dari sekian list teman sekelasnya. Karena dialah yang sukanya usil
menggoda.
Jilbab panjang yang dipakainya telah
meniadakan kekhawatiran terbuka auratnya ketika merunduk. Disingkapnya jilbab
itu karena menghalangi pandangan kepada si kecil batu. Batu kecil sudah aman
berada di genggaman tangan. Sekarang saatnya dia muncul lagi ke permukaan untuk
menghirup udara segar. Gloodaakk.. Apes sungguh celaka, kepalanya terbentur
meja depan. Meja yang seharusnya rata itu membuat kepala uma sangat sakit pada
satu titik.
Ditiliknya permukaan bawah meja itu.
Ternyata ada satu paku yang menjorok keluar. Mangkanya kepala Uma sangat sakit.
Serasa ada suntikan bius yang hendak mendinginkan otak Uma yang sedang panas.
Tapi suntik itu malah semakin melecut hingga kepalanya berasap dan hatinyapun
membara.
Baru saja kepalanya muncul di
permukaan. Jepreet.. Sebuah gelang karet kuning membenturkan diri tepat ke
jidat Uma.
Terdengar ringkikan suara yang
datang dari penjuru utara. Anam dan kawan-kawannya sudah tidak kuat menyamar. Mereka
ketawa sejadi-jadinya melihat ekspresi Uma yang sangat konyol. “Hahhahahha ngawur
kamu Nam. Tidak bosan-bosannya ya ngejahilin dia terus.” Kata salah seorang
kerabat. “itu memang sudah menjadi suplemen bagiku. Kalau tidak ku jahil maka
akan lemas semangatku” jawabnya dengan enteng. “atau jangan-jangan kamu punya
rasa sama dia?”.
Hmmmm…. Sudah ku duga. Pasti dialah
dalang dibalik ini semua. Lalu Uma melangkah ke arah gerombolan lelaki yang
masih saja asik dengan tawanya. Dihujatlah habis-habisan si Anam. Nama binatang
turut menyertai kemarahan Uma. Hingga menyangkut orangtua-orangtua. Apa iya
tidak bisa mendidik anak, kok sampe bandel begini.
Melihat amarah yang keluar dari diri
Uma. Di belakngnya seperti ada hantu yang telah merasuki. Tidak biasanya dia
berulah seperti ini. Meski berkali-kali dijahillin, paling mentok dia sedikit
menghujat kemudian pergi. Anampun keder melihat tingkah Uma. Menciut nyali yang
ada.
Tetapi, ketika menyangkut-nyangkut
orangtua. Anam malah balik marah. Tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh
Uma. Dia seperti ini, karena memang telah memilih jalan sendiri. Bukan tuntunan
orangtua jika menyangkut perilakunya yang dianggap jelek. Dad.. Finishing. Puncak
kemarahan Uma adalah mendaratkan telapak tangannya itu di pipi Anam. Sehingga kulit
yang kecoklatan itu berubah menjadi keunguan.
“Hoyyy.. kamu ini berani ya”.
“Tentu. Kenapa tidak”
“Jangan bawa-bawa orangtuaku ya. Karena,
mereka gak mau dibawa. Dan gendut juga se. pasti kamu susah ngebawanya. Kamu
tahu alasanku berbuat demikian?”
“Tak”
“Karena..’ Anam mengambil posisi
jongkok. Seraya meraba tanaman hias yang ada di depan meja guru. Pandangan tetap
tertuju pada wajah Uma. ‘ aku sebenarnya suka sama kamu’ sambil dikasihkannya
tanaman yang sudah diambilnya. Mengharap bahwa bunga indahlah yang akan
diambilnya. Ternyata hanya ada setangkai rumput yang tumbuh liar di sekeliling
tanaman.”
“Apa-apaan kamu ini”
Karena malu, Uma beranjak dari
tempatnya.
“Hey sebentar. Seenaknya saja kamu
pergi. Sini minta maaf dulu sama abang.”
“Tak mau. Kamu yang berbuat salah. Kok
aku yang harus meminta maaf”
Karena paksaan yang mendalam dari si
Anam. Maka terpaksalah Uma mengulurkan tangannya. Meski masih banyak keamarahan
di dalam hatinya. Dia gelisah. Apakah jabatan yang diberikannya itu tulus dari dalam hati? Tentu
tidak. Dia tidak rela untuk memaafkan. Karena sudah berulangkali dia berlaku
jahat kepada Uma.
Melihat kejadian itu. Wasis yang
berada di luar kelas menggumam dengan sendirinya.
Memang memaafkan seseorang tidak
mudah. Tapi apakah tidak kita lihat terlebih dahulu. Jangan-jangan perilakunya
itu adalah tindakan yang masih belum benar untuk Anam meluapkan perasaannya.
Bukan tidak mungkin. Seseorang berperilaku sesukanya supaya mendapat perhatian
dari dirimu.
Atau memang benar, salah sikap yang
kau berikan. Marah dan bertingkah aneh hingga berani menengkar seorang
laki-laki itu kurang pantas jika dilakukan oleh wanita. Seharusnya bisa
bersikap lebih dingin meski hati sangatlah panas. Menjadi es di tengah musim
kemarau. Meski leleh dalam kehangatan, tapi berjuang untuk memberi kesejukan
sangatlah indah.
Namun, jika sudah terlampaui
kejadiannya. Menjabat tangan terlebih dahulu itu sudah merupakan sikap yang
sangat baik. Tidak dipungkiri. Berat untuk merelakan keikhlasan itu di dalam
hati. Jangan diusir dengan cepat. Biar dia larut dalam kehangatan musim
kemarau. Dan nantinya rasa janggal itu akan menguap dengan sendirinya. Dan memberikan
awan hitam di wilayah lain. Sehingga kesejukan itu pasti akan diperoleh dilain
waktu.
Comments
Post a Comment