Sastra 16:
Puisi Pelangi Negeri


Rumput hijau menyulut

dipijak oleh baju-baju adat yang lihai dengan tariannya

gemrincing rancak  gelang kaki

alunan nadanyapun membawa dalam mengingat dewa alam.



Binatang-binatang tersebar di padang rumput hijau menyulut

asyik dengan candaan antar sesama

terdengar dari besar kuasa suaranya

membuat kami hormat dengan tanpa menorehkan sayatan.



Gedung-gedung kuno nampak megah di hari minggu

berjejer-jejer kendaraan mewah

bertautan suara yang ditorehkannya

melantunkan pujian-pujian guna mengagungkan

cahaya pilihan, diutus, diturunkan.

Dan kini,

matahari dengan gemulai menenggelamkan diri

terlihat jelas pemandangan dari bibir pantai

hamparan pengampuan seluas air yang ditumpahkan didepannya

dijemput oleh kejinggaan yang teramat menawan

disambut dengan panggilan alam yang berkumandang di surau-surau tua.



Allahuakbar Allahuakbar.

KebesaranMu kami gaungkan setiap waktu

dalam pengeras suara dan juga hati yang hampa

namun mustahil melarungkan pahala-pahala

Jika butir tasbih suci sudah jarang diputar searah.



Di negeri ini kami dilahirkan.

Di rumah ini kami dibesarkan.

Disentuh halus tangan-tangan semu-Nya.

Dihujani rahmat-rahmat ilahi-Nya.

Hingga cukuplah kami dikata sama,

karena kami Satu Cinta  Satu Pencipta.

Karena di negeri yang tentram ini kami dilukis.

Dengan sempurna menjadi pelangi negeri.




Comments

Popular posts from this blog

Orang Gila di Mata Hukum