Kiat Menggapai Kebahagiaan
     Semuanya berbondong menuju satu pengharapan. Tanpa kepastian dan tiada perjumpaan nyata. Ada yang membawa lilin, obor, bahkan lampu. Namun sayang
semuanya tanpa memiliki sumber penghidupan. Lilin tanpa sumbu, obor tanpa minyak tanah, dan lampu tanpa listrik.
Kemudian di sana mereka memuja. Berlutut hingga menyentuh tanah. Tangan menengadah dengan tanpa tundukan jiwa. Rasanya hampa, seperti saat ini yang ku rasa.
Sungguh benar apa yang dikata banyak orang mengenai dua hal pelecut kebahagiaan. Bukan hanya cinta yang sekarang ini telah samar kelelakiannya. Cukup usaha dan pasrah. Melakukan satu hal yang pasti dan menaruh keputusan pada yang berhak memberi.
Tetapi dua hal itu (Usaha dan Pasrah) sangat sulit untuk dilakukan. Ketakutan menjadi kendala besar untuk memulai. Kemalasan menjadi penghambat besar untuk tekun berjalan. Sehingga nafas menjadi tersengal karena ketidak-maksimalan hasil yang diperoleh.
Yang harus dilakukan bukanlah menjauh dari kerikil-kerikil itu. Kata salah seorang guru “Kalau kamu tidak bisa pada suatu hal, maka jangan jauhi dia. Dekati dan peluk dia. Jangan hanya mendekati saja. Tapi benar-benar miliki dia dengan usaha yang keras.”
Intinya dipeluklah wkwkwk….
Ya nggak. Dah tak perlu keformalan dalam berkata. Ya, memang memulai usaha tuh susah banget. Apalagi kalau belum mempunyai dasaran kuat. Belum juga mempunyai pengetahuan yang luas. Sehingga kebingungan sering melanda jiwa hampa.
Tapi tenang saja. Asal kita banyak peka terhadap lingkungan sekitar, pasti mudah. Banyak pelajaran yang sudah dihamparkan pada setiap jejak. Dinding-dinding penuh coretan jika kita penuh perhatikan. Daun tak hanya berwarna hijau. Terdapat bitnik hitam, coklat, dan warna lainnya sebagai penyempurna warna dan juga mengambil peran penting di dalamnya.
Dan aku, dengan keras dipukulnya. Saat di jalan raya. Dia memang kasar sekali. Tak menghiraukan bahwa di sana ada banyak orang. Tetapi, mereka yang berada di sekitarku tetap tenang. Disibukkan oleh kegiatan masing-masing.
Yang saat itu. Ketika keluar dari pom bensin. Kemudian belok kiri di depan alfamidi tragedi itu terjadi. Seorang anak kecil kira2 tak sampai lebih dari kelas 5 sd. Dengan baju lusuh dan wajah berminyak duduk di becak bapaknya. Memegang pensil dengan penuh bahagia. Sedang aku masih sibuk mencari suasana nyaman untuk melakukannya.
Dapati kebahagiaan dari menuliskan keadaan. Tanpa syarat, pun juga tanpa alasan...
.
Follow ig: @sandalansip @potret_dakwah

Comments

Popular posts from this blog

Orang Gila di Mata Hukum